Panca Sembah

Kalau tidak melakukan persembahyangan Trisandya (mungkin tadi sudah di rumah) dan langsung memuja dengan Panca Sembah, maka setelah membaca mantram untuk dupa langsung saja menyucikan bunga atau kawangen yang akan dipakai muspa. Ambil bunga atau kawangen itu diangkat di hadapan dada dan ucapkan mantram ini:

Om puspa dantà ya namah swàha

Artinya: Ya Tuhan, semoga bunga ini cemerlang dan suci.

Kramaning Sembah (Panca Sembah)

Urutan sembahyang ini sama saja, baik dipimpin oleh pandita atau pemangku, maupun bersembahyang sendirian. Cuma, jika dipimpin pandita yang sudah melakukan dwijati, ada kemungkinan mantramnya lebih panjang. Kalau hafal bisa diikuti, tetapi kalau tidak hafal sebaiknya lakukan mantram-mantram pendek sebagai berikut:

1. Dengan tangan kosong (sembah puyung). Cakupkan tangan kosong dan pusatkan pikiran dan ucapkan mantram ini:

Om àtmà tattwàtmà sùddha màm swàha


Artinya: Ya Tuhan, atma atau jiwa dan kebenaran, bersihkanlah hamba.


2. Sembahyang dengan bunga, ditujukan kepada Hyang Widhi dalam wujudNya sebagai Hyang Surya atau Siwa Aditya. Ucapkan mantram:


Om Adityasyà param jyoti
rakta tejo namo’stute
sweta pankaja madhyastha
bhàskaràya namo’stute


Artinya: Ya Tuhan, Sinar Hyang Surya Yang Maha Hebat. Engkau bersinar merah, hamba memuja Engkau. Hyang Surya yang berstana di tengah-tengah teratai putih. Hamba memuja Engkau yang menciptakan sinar matahari berkilauan.


3. Sembahyang dengan kawangen. Bila tidak ada, yang dipakai adalah bunga. Sembahyang ini ditujukan kepada Istadewata pada hari dan tempat persembahyangan itu. Istadewata ini adalah Dewata yang diinginkan kehadiranNya pada waktu memuja. Istadewata adalah perwujudan Tuhan Yang Maha Esa dalam berbagai wujudNya. Jadi mantramnya bisa berbeda-beda tergantung di mana dan kapan bersembahyang. Mantram di bawah ini adalah mantram umum yang biasanya dipakai saat Purnama atau Tilem atau di Pura Kahyangan Jagat:


Om nama dewa adhisthanàya
sarwa wyapi wai siwàya
padmàsana eka pratisthàya
ardhanareswaryai namo namah


Artinya: Ya Tuhan, kepada dewata yang bersemayam pada tempat yang luhur, kepada Hyang Siwa yang berada di mana-mana, kepada dewata yang bersemayam pada tempat duduk bunga teratai di suatu tempat, kepada Ardhanaresvari hamba memuja.


4. Sembahyang dengan bunga atau kawangen untuk memohon waranugraha. Usai mengucapkan mantram, ada yang memperlakukan bunga itu langsung sebagai wara-nugraha, jadi tidak "dilentikkan/dipersembahkan" tetapi dibungakan di kepala (wanita) atau di atas kuping kanan (laki-laki). Mantramnya adalah:


Om anugraha manoharam
dewa dattà nugrahaka
arcanam sarwà pùjanam
namah sarwà nugrahaka

Dewa-dewi mahàsiddhi
yajñanya nirmalàtmaka
laksmi siddhisça dirghàyuh
nirwighna sukha wrddisca


Artinya: Ya Tuhan, Engkau yang menarik hati pemberi anugrah, anugrah pemberian Dewata, pujaan segala pujaan, hamba memujaMu sebagai pemberi segala anugrah. Kemahasiddhian pada Dewa dan Dewi berwujud jadnya suci, kebahagiaan, kesempurnaan, panjang umur, bebas dari rintangan, kegembiraan dan kemajuan rohani dan jasmani.


5. Sembahyang dengan cakupan tangan kosong, persis seperti yang pertama. Cuma sekarang ini sebagai penutup. Usai mengucapkan mantram, tangan berangsur-angsur diturunkan sambil melemaskan badan dan pikiran. Mantramnya:


Om Dewa suksma paramà cintyàya nama swàha.
Om Sàntih, Sàntih, Sàntih, Om


Artinya: Ya Tuhan, hamba memuja Engkau Dewata yang tidak terpikirkan, maha tinggi dan maha gaib. Ya Tuhan, anugerahkan kepada hamba kedamaian, damai, damai, Ya Tuhan.

0 Comments:

Posting Komentar

 
Agama & Seni © Copyright 2009